BIAYA SECARA UMUM DITINJAU DARI SISI PERPAJAKAN
Secara prinsip biaya yang dapat dikurangkan dalam perpajakan adalah :
1. Benar-benar Terjadi (Reliable dan measurement)
Terjadi maksudnya adalah didukung oleh bukti yang kuat dan dapat diukur;
2. Relevan
Relevan maksudnya adalah berhubungan dengan kegiatan usaha yang menghasilkan penghasilan yang merupakan objek PPh umum (tidak termasuk biaya yang berkaitan untuk memperoleh objek PPh final atau penghasilan yang bukan objek PPh).
Dalam UU PPh merumuskan biaya menjadi biaya yang dapat dikurangkan (sumber : Pasal 6 (1) UU PPh) maupun biaya yang tidak boleh dikurangkan (sumber : Pasal 9 (1) UU PPh).
Kategori Biaya :
Biaya-biaya yang timbul dalam laporan keuangan dapat dikategorikan sebagai berikut.
1. Biaya yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan perusahaan karena penghasilan tersebut telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.
2. Biaya yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan perusahaan karena peraturan dan perundang-undangan perpaj akan.
3. Biaya yang dapat dikurangkan dengan penghasilan, yaitu berupa biaya yang masa manfaatnya tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan/atau biaya yang masa manfaatnya melebihi 1 (satu) tahun. Biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari (satu) tahun merupakan biaya yang terjadi pada tahun fiskal berjalan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah, kerugian penjualan harta, kerugian selisih kurs, dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan secara proporsional. Contoh perusahaan melakukan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, maka pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
Blog ini menyajikan informasi teknis perpajakan. Selamat membaca dan menanggapi, semoga bermanfaat. Tuhan Memberkati
Selasa, 26 November 2013
Senin, 25 November 2013
Hibah-Bantuan-Sumbangan ditinjau dari pajak
PERLAKUAN PAJAK
ATAS HIBAH/SUMBANGAN/BANTUAN
OVERVIEW :
Karena bagi penerima bukan merupakan objek pajak maka bagi pemberi tidak dapat dibiayakan. Akan tetapi terdapat jenis Hibah-Sumbangan-Bantuan yang mendapatkan pengecualian (Nontaxable-deductible) yaitu :
Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
DASAR HUKUM :
1. Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh
2. Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m UU PPh
3. Pasal 4 ayat (3) UU PPh
4. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2000
5. PMK-245/PMK.03/2008
6. PP-94 Tahun 2010
PEMBAHASAN :
a) Hibah-Sumbangan-Bantuan (H-S-B) pada prinsipnya tidak dapat menjadi Biaya Fiskal (Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh) karena termasuk dalam pengertian sebagai bukan objek pajak sebagaimana Pasal 4 ayat (3) UU PPh :
Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
Sepanjang tidak ada hubunqan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
Ketentuan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2009
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
Ketentuan ini diatur lebih lanjut PMK-245/PMK.03/2008 dan PP No.94 tahun 2010
b) Hibah-Sumbangan-Bantuan (H-S-B) dapat menjadi Biaya Fiskal diatur pada Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m dan bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima
Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang ketentuannya diatur dalam PP No. 93 tahun 2010.
Wujud Sumbangan :
Sumbangan dapat berbentuk uang tunai dan/atau barang (makanan, sembako, pakaian, obat-obatan, kendaraan, dan sebagainya), sarana¬prasarana (bangunan untuk kegiatan olahraga, poliklinik, rumah sakit, keagamaan, seni/budaya dan sebagainya).
Nilai Sumbangan :
Nilai sumbangan berupa aset yang belum disusutkan adalah sebesar nilai perolehannya (harga beli, biaya angkut dan biaya-biaya lain sampai slap digunakan), sedangkan untuk aset yang telah disusutkan adalah sebesar nilai sisa buku fiskal. Nilai sumbangan produksi sendiri sebesar harga pokok penjualan, sedang sumbangan pembangunan infrastruktur sebesar jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan (biaya IMB, nilai kontrak pembangunan, BBN, dan sebagainya).
Pencatatan sumbangan :
Atas sumbangan-sumbangan dimaksud, donatur wajib mencatat sesuai peruntukannya.
Beberapa persyaratan sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:
(1) Bukan kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Pasal 18(4) UUPPh),
(2) Semuanya tidak lebih dari 5% penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya.
Misalnya :
PT. XYZ pada tahun 2011 menyumbang sebesar 6 juta, kalau penghasilan neto fiskal tahun 2010 sebesar 60 juta maka jumlah sumbangan 2011 yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar 3 juta.
(3) Tidak menyebabkan rugi fiskal pada tahun pemberian sumbangan,
(4) Didukung bukti dan dokumen yang sah, dan (5) penerima sumbangan mempunyai NPWP. Sementara sumbangan bencana alam harus ada penetapan klasifikasi bencana dari Pemerintah (UU No. 24/2007) diberikan melalui badan penanggulangan bencana atau langsung kepada lembaga yang ditunjuk, sumbangan penelitian dan pengembangan dapat kepada LIPI, PTN, PTS yang terakreditasi, dsb.
KESIMPULAN :
(1) Hibah-Bantuan-Sumbangan apabila masuk kategori bukan objek PPh maka bagi yang memberi tidak dapat dibiayakan.
(2) Khusus sumbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m UU PPh dapat dibiayakan akan tetapi harus memenuhi syarat yang telah ditentukan;
(3) Apabila H-B-S (Hibah-Bantuan-Sumbangan) tidak termasuk pengertian bukan objek pajak atau jika ada hubungan UP3 (Usaha-Pekerjaan-Pemilikan-Penguasaan), maka bagi yang menerima merupakan penghasilan sehingga bagi yang memberikan dapat diakui sebagai biaya. (Taxable-Deductible dan Nontaxable-Nondeductible)
ATAS HIBAH/SUMBANGAN/BANTUAN
OVERVIEW :
Karena bagi penerima bukan merupakan objek pajak maka bagi pemberi tidak dapat dibiayakan. Akan tetapi terdapat jenis Hibah-Sumbangan-Bantuan yang mendapatkan pengecualian (Nontaxable-deductible) yaitu :
Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
DASAR HUKUM :
1. Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh
2. Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m UU PPh
3. Pasal 4 ayat (3) UU PPh
4. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2000
5. PMK-245/PMK.03/2008
6. PP-94 Tahun 2010
PEMBAHASAN :
a) Hibah-Sumbangan-Bantuan (H-S-B) pada prinsipnya tidak dapat menjadi Biaya Fiskal (Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh) karena termasuk dalam pengertian sebagai bukan objek pajak sebagaimana Pasal 4 ayat (3) UU PPh :
Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
Sepanjang tidak ada hubunqan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
Ketentuan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.18 tahun 2009
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan
Ketentuan ini diatur lebih lanjut PMK-245/PMK.03/2008 dan PP No.94 tahun 2010
b) Hibah-Sumbangan-Bantuan (H-S-B) dapat menjadi Biaya Fiskal diatur pada Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m dan bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima
Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang ketentuannya diatur dalam PP No. 93 tahun 2010.
Wujud Sumbangan :
Sumbangan dapat berbentuk uang tunai dan/atau barang (makanan, sembako, pakaian, obat-obatan, kendaraan, dan sebagainya), sarana¬prasarana (bangunan untuk kegiatan olahraga, poliklinik, rumah sakit, keagamaan, seni/budaya dan sebagainya).
Nilai Sumbangan :
Nilai sumbangan berupa aset yang belum disusutkan adalah sebesar nilai perolehannya (harga beli, biaya angkut dan biaya-biaya lain sampai slap digunakan), sedangkan untuk aset yang telah disusutkan adalah sebesar nilai sisa buku fiskal. Nilai sumbangan produksi sendiri sebesar harga pokok penjualan, sedang sumbangan pembangunan infrastruktur sebesar jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan (biaya IMB, nilai kontrak pembangunan, BBN, dan sebagainya).
Pencatatan sumbangan :
Atas sumbangan-sumbangan dimaksud, donatur wajib mencatat sesuai peruntukannya.
Beberapa persyaratan sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:
(1) Bukan kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Pasal 18(4) UUPPh),
(2) Semuanya tidak lebih dari 5% penghasilan neto fiskal tahun sebelumnya.
Misalnya :
PT. XYZ pada tahun 2011 menyumbang sebesar 6 juta, kalau penghasilan neto fiskal tahun 2010 sebesar 60 juta maka jumlah sumbangan 2011 yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar 3 juta.
(3) Tidak menyebabkan rugi fiskal pada tahun pemberian sumbangan,
(4) Didukung bukti dan dokumen yang sah, dan (5) penerima sumbangan mempunyai NPWP. Sementara sumbangan bencana alam harus ada penetapan klasifikasi bencana dari Pemerintah (UU No. 24/2007) diberikan melalui badan penanggulangan bencana atau langsung kepada lembaga yang ditunjuk, sumbangan penelitian dan pengembangan dapat kepada LIPI, PTN, PTS yang terakreditasi, dsb.
KESIMPULAN :
(1) Hibah-Bantuan-Sumbangan apabila masuk kategori bukan objek PPh maka bagi yang memberi tidak dapat dibiayakan.
(2) Khusus sumbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf i s/d m UU PPh dapat dibiayakan akan tetapi harus memenuhi syarat yang telah ditentukan;
(3) Apabila H-B-S (Hibah-Bantuan-Sumbangan) tidak termasuk pengertian bukan objek pajak atau jika ada hubungan UP3 (Usaha-Pekerjaan-Pemilikan-Penguasaan), maka bagi yang menerima merupakan penghasilan sehingga bagi yang memberikan dapat diakui sebagai biaya. (Taxable-Deductible dan Nontaxable-Nondeductible)
Beasiswa - perlakuan pajak
PERLAKUAN PAJAK ATAS BEASISWA
OVERVIEW :
Bagi pemberi dapat diakui sebagai biaya sedangkan bagi penerima bukan sebagai penghasilan dengan syarat bahwa penerima dan pemberi tidak terdapat hubungan istimewa.
DASAR HUKUM :
1. UU PPh (Psl 4-6-18)
2. PMK-246/PMK.03/2008
3. PMK-154/PMK.03/2009
PEMBAHASAN :
Pemberian beasiswa ini merupakan perwujudan tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan kepada masyarakat untuk aktif berperan serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di sisi lain pemberian beasiswa diharapkan dapat membangun corporate image dan meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat.
Perlakuan Pajak mengenai beasiswa diatur dalam Undang – Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1). Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
Ketentuan Pajak atas Beasiswa Bagi Pihak Penerima Beasiswa
a) Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Obyek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pasal 8 ayat 1 huruf e beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerimanya. Peraturan Menteri Keuangan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 sebagaimana dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 mengatakan Beasiswa yang dikecualikan dari Obyek Pajak Penghasilan (PPh) adalah Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan non formal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri.
Pendidikan formal yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan Pendidikan non formal yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Adapun komponen beasiswa itu termasuk juga dengan biaya pendidikan (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
b) Beasiswa yang Tidak Termasuk Dalam Beasiswa yang Dikecualikan Dari Obyek Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 juga menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pengecualian beasiswa dari obyek pajak penghasilan tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan:
Pemilik;
Komisaris;
Direksi; atau
Pengurus,
Jadi beasiswa yang diterima oleh pelajar, mahasiswa atau karyawan selaku penerima beasiswa dari suatu perusahaan atau institusi dimana penerima beasiswa tersebut memiliki hubungan istimewa sebagaimana disebutkan diatas, adalah beasiswa yang tidak termasuk dalam beasiswa yang dikecualikan dari obyek pajak penghasilan.
OVERVIEW :
Bagi pemberi dapat diakui sebagai biaya sedangkan bagi penerima bukan sebagai penghasilan dengan syarat bahwa penerima dan pemberi tidak terdapat hubungan istimewa.
DASAR HUKUM :
1. UU PPh (Psl 4-6-18)
2. PMK-246/PMK.03/2008
3. PMK-154/PMK.03/2009
PEMBAHASAN :
Pemberian beasiswa ini merupakan perwujudan tanggung jawab sosial atau CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan kepada masyarakat untuk aktif berperan serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di sisi lain pemberian beasiswa diharapkan dapat membangun corporate image dan meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat.
Perlakuan Pajak mengenai beasiswa diatur dalam Undang – Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1). Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
Ketentuan Pajak atas Beasiswa Bagi Pihak Penerima Beasiswa
a) Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Obyek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pasal 8 ayat 1 huruf e beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi penerimanya. Peraturan Menteri Keuangan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 sebagaimana dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 mengatakan Beasiswa yang dikecualikan dari Obyek Pajak Penghasilan (PPh) adalah Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan non formal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri.
Pendidikan formal yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan Pendidikan non formal yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Adapun komponen beasiswa itu termasuk juga dengan biaya pendidikan (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
b) Beasiswa yang Tidak Termasuk Dalam Beasiswa yang Dikecualikan Dari Obyek Pajak Penghasilan
Peraturan Menteri Keuangan No.154/PMK.03/2009 juga menyebutkan bahwa ketentuan mengenai pengecualian beasiswa dari obyek pajak penghasilan tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan:
Pemilik;
Komisaris;
Direksi; atau
Pengurus,
Jadi beasiswa yang diterima oleh pelajar, mahasiswa atau karyawan selaku penerima beasiswa dari suatu perusahaan atau institusi dimana penerima beasiswa tersebut memiliki hubungan istimewa sebagaimana disebutkan diatas, adalah beasiswa yang tidak termasuk dalam beasiswa yang dikecualikan dari obyek pajak penghasilan.
Sabtu, 23 November 2013
Surat Keterangan Fiskal adalah media tepat alat seleksi calon pemimpin negara dan penggali potensi penerimaan pajak
Sering kita berbicara bagaimana menggali potensi pajak dan bagaimana kita mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tapi melibatkan instrumen pajak didalamnya. Pajak memiliki dua fungsi yaitu sumber penerimaan negara dan alat mengatur tata kelola khususnya perekonomian agar tepat flow in dan flow out kekayaan negara ini. Dalam negara yang sehat penerimaan pajak dari jenis Pajak Penghasilan seharusnya lebih besar dari jenis pajak yaitu Pajak Pertambahan Nilai. Dan bila dikupas lebih daam lagi, dari jenis Pajak Penghasilan tersebut seharusnya lebih besar penerimaan yang berasal dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi dibandingkan Pajak Penghasilan badan dengan alasan dari sisi kuantitas lebih banyak jumlah Wajib Pajak dan dari sisi kualitas maka badan hanyalah sebagai mediator kekayaan sebenarnya daripada Orang Pribadi pemilik perusahaan tersebut. Contoh-nya pembagian deviden dan likuidasi yang pada akhirnya berujung ke aset Orang Pribadi. Dengan dasar pemikiran tersebut, sangat lah pantas dan tepat jika Direktorat Jenderal Pajak fokus pada penggalian potensi pajak orang pribadi. Sehubungan dengan hal tersebut dan menyimak dari perkembangan waktu menjelang 2014 yaitu menyambut gegap gempita calon calon pejabat negara baik melalui pemilu dan pilkada atau apapun itu jenis dan macamnya, yang nantinya melahirkan calon calon pengelola atau pejabat pengelola negara dan pemerintahaan ini serta mengingat keinginan dan cita-cita rakyat untuk menyerahkan hak suaranya kepada calon yang benar dan tepat untuk itu maka pantas jika sebaiknya usulan agar setiap calon legislatif atau calon apapun namanya yang berpotensi sebagai pengelola negara tercinta ini harus memiliki surat keteranga fiskal. Dan perlu dipertimbangkan adalah penciptaan sistem dan prosedur serta pengawasan agar cita-cita yang mulia ini tidak dikotori oleh oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian maka cita-cita penggalian potensi dan pengaturan menyeleksi calon yang baik, benar dan tepat terwujud. Dengan dasar pemikiran tersebut, penulis mencoba secara singkat untuk mengenalkan kepada pembaca apa itu Surat Keterangan Fiskal.
Apa itu Surat Keterangan Fiskal?
Surat Keterangan Fiskal (SKF) adalah tax cleareance untuk pengajuan tender
Tujuannya agar Wajib Pajak melunasi tunggakan pajak sebelum mengikuti tender
Dasar Hukumnya :
· Keppres No.80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah;
· Peraturan Dirjen Pajak No. PER-69/PJ/2007 tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-447/PJ./2001 tentang Tata cara pemberian surat keterangan Fiskal.
Persyaratan :
1. Tidak sedang berada dalam penyidikan;
2. Mengisi formulir permohonan sebagaimana lampiran I dan II Per-69 tahun 2007
3. Dokumen yang perlu dilampirkan :
· Fotocopy surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan untuk tahun terakhir beserta tanda terima penyerahan surat pemberitahuan tersebut;
· Fotocopy surat pemberitahuan pajak terutang dan surat tanda terima setoran pajak bumi dan bangunan tahun terakhir
· Fotocopy surat setoran bea (SSB) bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), khusus bagi wajib pajak yang baru memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Tips dan Trik
1. Membuat Surat Permohonan sesuai dengan Format lampiran I dan II PER-69 tahun 2007
2. Melunasi semua utang pajak
3. Dibuat segera setelah wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan untuk mengantisip
4. Apabila kantor bukan milik sendiri maka untuk menggantikan persyaratan SPPT dan STTS PBB maka melampirkan surat perjanjian sewa menyewa dilampiri bukti pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2)
5. Setelah surat keterangan fiscal diterbitkan, langsung segera lakukan legalisasi surat keterangan fiscal tersebut. Panitia tender biasanya mensyaratkan surat keterangan fiscal yang telah dilegalisasi kantor pajak.
Jangka waktu penyelesaian :
10 hari kerja
Rabu, 20 November 2013
Selasa, 19 November 2013
Senin, 18 November 2013
Langganan:
Postingan (Atom)